Buku Tamu Musium Perjuangan

Taufiq Ismail

Pada tahun keenam

Setelah di kota kami didirikan

Sebuah Musium Perjuangan

Datanglah seorang lelaki setengah baya

Berkunjung dari luar kota

Pada sore bulan November berhujan

dan menulis kesannya di buku tamu

Buku tamu tahun keenam, halaman seratus delapan

Bertahun‐tahun aku rindu

Untuk berkunjung kemari

Dari tempatku jauh sekali

Bukan sekedar mengenang kembali

Hari tembak‐menembak dan malam penyergapan di daerah ini

Bukan, bukan sekedar menatap lukisan‐lukisan

Dan potret‐potret para pahlawan

Mengusap‐usap karaben tua

Baby mortir buatan sendiri

Atau menghitung‐hitung satyalencana

Dan selalu mempercakapkannya.

Demikianlah alangkah sukarnya bagiku

Dari tempatku kini, yang begitu jauh

Untuk datang seperti saat ini

Dengan jasad berbasah‐basah

Dalam gerimis bulan November

Datang sore ini, menghayati musium yang lengang, sendiri

Menghidupkan diriku kembali

Dalam pikiran‐pikiran waktu gerilya

Di waktu kebebasan adalah impian keabadian

Dan belum terpikir oleh kita masalah

kebendaan

Penggelapan dan salahguna pengatasnamaan.

Begitulah aku kini berjalan pelan‐pelan

Dalam musium ini yang lengang

Dari lemari kaca tempat naskah‐naskah berharga

Kesangkutan ikat‐ikat kepala, sangkur‐sangkur berbendera

Maket pertempuran

Dan penyergapan di jalan

Kuraba mitraliur Jepang, dari baja hitam

Jajaran bisu pestol bulldog, dan pestol colt.

PENGOEMOEMAN REPUBLIK yang mulai berdebu

Gambar laskar yang kurus-kurus

Kemudian kuberi tabik khidmat dan diam

Kepada gambar Pak Dirman.

Mendekati tangga turun, aku menoleh kembali

Ke ruangan yang sepi dan dalam

Jendela musium dipukul angin dan hujan

Kain pintu dan tingkap bergetaran

Di pucuk-pucuk cemara halaman

Tahun demi tahun bergerak pelan-pelan

Di depan tugu dalam musium ini

Menjelang pintu keluar di tingkat bawah

Aku berdiri dan menatap nama-nama

Dipahat di sana dalam keping-keping aluminia

Mereka yang telah tewas

Dalam perang kemerdekaan

Dan setinggi puncak jendela

Kubaca namaku di sana…

GUGUR DALAM PENCEGATAN TAHUN

EMPAT PULUH DELAPAN

Demikianlah cerita kakek penjaga

Tentang pengunjung lelaki setengah baya

Berkemeja dril lusuh, dari luar kota

Matanya memandang jauh, tubuh amat kurusnya

Datang ke musium perjuangan

Pada suatu sore yang sepi

Ketika hujan rinai tetes-tetes di jendela

Dan angin mengibarkan tirai serta pucuk-pucuk cemara

Lelaki itu menulis kesannya di buku tamu

Buku tahun keenam, halaman seratus delapan

Dan sebelum dia pergi menyalami dulu kakek Aki penjaga musium

Dengan tangannya yang dingin aneh

Setelah ke tugu nama-nama dia menoleh

Lalu keluarlah dia, agak terseret berjalan

Ke tengah gerimis di pekarangan

Tetapi sebelum ke pagar halaman

Lelaki itu tiba-tiba menghilang….

_________________________

Taufiq Ismail adalah sastrawan penyair Angkatan ’66. Puisi Buku Tamu Musium Perjuangan ditulis 1964, dan dibacakan sendiri oleh penulis pada Konser Kemerdekaan, Sabtu, 26 Agustus 2023, di Kampus Universitas Indonesia, Depok.

Bulan Menata Kata

Blog Puisi Antoinette W.

error: Content is protected !!